Majelis Tabligh - Persyarikatan Muhammadiyah

Majelis Tabligh
.: Home > Berita > Pola Hidup Bersih dan Sehat

Homepage

Pola Hidup Bersih dan Sehat

Selasa, 29-03-2011
Dibaca: 11564

Oleh : Dr. H. Shobahussurur, M.A.

(Majelis Tabligh PP MUhammadiyah)

 

"Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.

 Q.S. al-Isrâ'/17: 70.

 

Di antara faktor yang mengantarkan kita menjadi manusia mulia adalah kemampuan mendapatkan al-thayyibât (hal-hal yang baik-baik). Al-Thayyibât mengandung makna halal, bersih dan sehat. Dalam al-Quran kata-kata al-thayyibât sering digunakan untuk menunjuk pada makanan (Q.S. al-Mâidah/5: 4-5, al-Mu'minûn/23: 51) dan rizki pada umumnya baik yang bersifat material, intelektual, maupun spiritual (Q.S. al-Anfâl/8: 26, Yûnus/10: 93, al-Nahl/16: 72). Kita akan menjadi mulia kalau mampu memadukan secara imbang pola hidup bersih dan sehat baik secara intelektual, spiritual, maupun material. Rasulullah SW bersabda: Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan, maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi. (H.R. al-Tirmidzi.)

 

Possitive Thinking

Pola hidup Bersih dan sehat (PHBS) dimulai dengan pola pikir. Kekuatan pikiran dapat merubah perilaku seseorang. Kekuatan Pikiran dapat mengubah cara pandang dan pola hidup. Berbagai penderitaan yang  dialami seseorang, sering terjadi karena lemahnya pikiran.  Membangun keyakinan secara alami sangat diperlukan agar dapat menatap masa depan dengan gemilang. Kekuatan pikiran dapat menghasilkan perilaku yang lebih santun dan bijak. Kekuatan pikiran yang dikelola dengan baik tidak saja berpengaruh pada kesehatan jiwa, lebih dari itu, ia akan berpengaruh pada kesehatan jasmani, kekayaan, kepercayaan diri, dan kreatifitas.   

Ada sepuluh sifat utama yang menjadi ciri khas kepribadian positif, demikian dikatakan oleh Dr. Ibrahim Elfaky, sang motivator muslim dunia, dalam bukunya, Quwwah al-Tafkîir. Sepuluh sifat itu adalah:

1). Beriman, memohon bantuan, dan tawakkal kepada Allah.

2). Hidup dengan nilai-nilai luhur seperti nilai jujur, amanah, menyukai kebaikan, murah hati, bergantung hanya kepada Allah, dan meneladani akhlaq Rasulullah SAW.

3). Memiliki cara pandang yang jelas.

4). Keyakinan dan proyeksi positif.

5). Selalu mencari jalan keluar dari berbagai masalah.

6). Belajar dari masalah dan kesulitan.

7). Tidak membiarkan masalah dan kesulitan mempengaruhi kehidupannya.

8). Percaya diri, menyukai perubahan, dan berani menghadapi tantangan.

9). Hidup dengan cita-cita, perjuangan dan kesabaran.

10). Pandai bergaul dan suka membantu orang lain. Jangan biarkan pribadi kita disandra oleh pikiran negatif, Mari berbenah untuk hidup lebih baik dengan menguasai pikiran kita. Berhasil menguasai pikiran berarti telah berhasil memenangkan peperangan melawanal-nafs al-lawwamah (nafsu hina).

Ibrahim Elfaky kemudian menyuguhkan kepada kita sepuluh kiat mengubah berpikir negatif menjadi berpikir positif.  Sepuluh kiat itu adalah:

1). Memiliki keinginan yang menggebu untuk mewujudkan cita-cita.

2). Memiliki keputusan yang kuat, karena keputusan yang kuat tidak membuka celah bagi keraguan. Ia memberikan kekuatan yang luar biasa pada seorang untuk mewujudkan impian hidupnya.

3). Bertanggung jawab penuh.

4). Memiliki persepsi yang sadar, karena persepsi merupakan awal perubahan dan perubahan adalah awal kemajuan.

5). Menentukan tujuan

6). Adanya dukungan dari dalam diri sendiri.

7). Menggunakan waktu secara positif, tidak menyia-nyiakannya.

8).Mengembangkan diri dengan membaca, mendengarkan, mengadakan kajian, dan berlatih.

9). Diam dan membuat renungan harian.

10). Istirahat dari padatnya aktifitas untuk mengendurkan syarat, merasakan ketenangan, dan kedamaian.

Dengan berpikir positif, kita dapat melihat masalah sebagai tantangan, tidak melihat  masalah sebagai cobaan dan petaka yang menyengsarakan. Hidup dapat dinikmati, menerima keadaan dengan penuh tawakkal, berbesar hati, dengan terus berusaha  mendapatkan yang terbaik. Dengan berpikir positif, kita  terbuka untuk menerima saran dan ide orang lain sehingga muncul hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik. Kita segera menyingkirkan pikiran negatif juh-jauh ketika terlintas dalam diri kita.  Dengan berpikir positif, kita dapat mensyukuri nikmat, tidak berkeluh-kesah.  

 

Sucikan Hati

Agar pola hidup bersih dan sehat terwujud, maka kita harus membersihkan hati.Ia merupakan sifat lembut Ketuhanan yang terdapat dalam jiwa manusia.Ia digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai mudhghah (segumpal daging, potensi) yang akan menentukan baik buruknya kehidupan: "Ketahuilah,sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah hati". (H. R. al-Bukhari).

Orang yang mampu menjaga hati agar tetap bersih dan sehat adalah orang ikhlas. Ikhlas itu sendiri bermakna membersihkan sesuatu dari kotoran sehingga menjadi jernih, bening, dan bersih. Orang ikhlas adalah orang yang membersihkan hatinya dalam setiap aktifitas murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain serta tidak riya’ (pamer) dalam beramal. Orang yang ikhlas selalu memurnikan niat hanya mengharap ridha Allah saja dalam setiap amal, tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Hati yang ikhlas akan menyelamatkan seorang mukmin dari siksa neraka. Allah berfirman: “Pada hari itu (kiamat), tidaklah bermanfaat harta dan keturunan kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (Q. S. al-Syu’arâ’/26: 88-89).

Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali dilakukan dengan ikhlas demi mengharap wajah-Nya.” (H.R. al-Nasa’i dari Abu Umamah al-Bahili). Beliau juga bersabda: “Orang yang paling berbahagia dengan syafa’atku kelak pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan la ilaha illallah dengan ikhlas dari dalam hati atau dirinya.” (H.R. al-Bukhari dari Abu Hurairah).

Para ulama memahami qalb salîm (hati yang bersih dan sehat) dalam ayat di atas sebagai hati yang bersih dari segala syahawât (keinginan-keinginan) yang melampaui batas yang dibenci Allah. Itulah hati ikhlas yang menyelamatkan manusia dari siksa pedih dan menghantarkannya menggapai nikmat surga. Al-Sa’di berpendapat: “Qalb salîm (hati yang bersih) itu adalah hati yang bersih dari syirik, keragu-raguan, dan terbebas dari kecintaan kepada keburukan dan dosa atau perilaku terus menerus berkubang dalam bid’ah dan dosa-dosa. Karena hati itu bersih dari segala yang disebutkan tadi, maka konsekunsinya adalah ia menjadi hati yang diwarnai dengan lawan-lawannya yaitu; keikhlasan, ilmu, keyakinan, cinta kepada kebaikan serta dihiasinya -tampak indah- kebaikan itu di dalam hatinya. Sehingga keinginan dan rasa cintanya akan senantiasa mengikuti kecintaan Allah, dan hawa nafsunya akan tunduk patuh mengikuti apa yang datang dari Allah.”(Taisir al-Karim al-Rahman, 2: 812).

Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan: “Hati itu adalah hati yang bersih dari segala syahwat/keinginan nafsu yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah serta terbebas dari segala syubhat yang bertentangan dengan berita yang dikabarkan-Nya.” Lebih lanjut Ibnul Qayyim menjelaskan tentang pemilik hati yang bersih yang akan menyelamatkan dirinya itu: “…Ia akan senantiasa berusaha mendahulukan keridhaan-Nya dalam kondisi apapun serta berupaya untuk selalu menjauhi kemurkaan-Nya dengan segala macam cara…”. Kemudian, beliau juga mengatakan, “… amalnya ikhlas karena Allah. Apabila dia mencintai maka cintanya karena Allah. Apabila dia membenci maka bencinya juga karena Allah. Apabila memberi maka pemberiannya itu karena Allah. Apabila tidak memberi juga karena Allah…” (Ighatsat al-Lahfan, hal. 15)

 

Orang beriman sangat beruntung karena telah mensucikan dirinya, menjadikan nafsu bersih terkendali (al-nafs al-muthmainnah). ”Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), Dan Dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. Q.S. al-A’lâ/87: 14-17

 

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". Q.S. al-Syams/91: 9-10.

 

Seorang yang hatinya bersih dan sehat akan sanggup merubah jiwa marah menjadi jiwa sejuk. Jiwa pendendam akan berubah menjadi jiwa pemaaf. Jiwa kikir akan berubah menjadi jiwa pemurah. Jiwa iri dengki akan berubah menjadi jiwa lapang. Jiwa kerdil akan berubah menjadi jiwa besar. Jiwa pesimistis negatif akan berubah menjadi jiwa optimistis positif.  Jiwa sombong akan berubah menjadi jiwa santun bersahaja. Jiwa kebencian akan berubah menjadi jiwa kasih sayang. Jiwa yang kotor dan jahat (al-nafs al-ammârah bi al-sû', al-nafs al-lawwâmah), akan berubah menjadi jiwa bersih terkendali (al-nafs al-muthmainnah). Jiwa itulah jiwa yang diridhai Allah SWT dan akan mendapatkan nikmat surgwi tanpa batas. Firman Allah SWT.: ”Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. Q.S. al-Fajr/89: 27-30

 

Ibn Hazm menyebutkan bahwa ikhlas ibarat ruh dalam jasad. Jasad akan mati tak bertenaga ketika kehilangan ruh. Itulah maka kenapa para generasi salaf dan para mujahid dapat mengantarkan umat Islam menuju kejayaannya. Karena mereka hidup, memiliki ruh, dan bangkit. Mereka bekerja dan berjuang semata ikhlas lillahi ta’ala. Amal perbuatan mereka bergizi, penuh makna, dan kekuatan, karena ada ruhnya, yaitu ikhlas. Amal yang demikian mengantarkan umat mencapai masa kejayaannya.

 

Berbeda dengan kondisi ketika hati kotor penuh daki, dimana setiap orang berbuat penuh pamrih, ukuran perbuatan dinilai dari banyaknya orang yang berdecak kagum. Hidup penuh kebohongan, kemunafikan dan kepura-puraan. Tampak hebat padahal rapuh, terlihat kaya padahal miskin, kelihatan khusyu’ padahal jahat. Maka kebobrokan akan melanda pelakunya, keluarga, bangsa dan negaranya. Hidup serba semu, kekayaan nisbi, hasil korupsi, jabatan diraih karena penuh tipu rekayasa, dan bermuamalah penuh basa basi menebar janji tanpa bukti. Ruh telah hilang dari jasad. Ikhlas telah lenyap dari amal perbuatan.

Bersihkan Harta dan Lingkungan.

Ketika hendak menghadap Allah dalam Shalat, kita diharuskan dalam keadaan suci dan bersih. Bersih diri, pakaian dan tempat. Aktifitas menjaga kebersihan diwajibkan dalam syariat. Disebutkan dalam sebuah Hadist: "Al-thahûr syatr al-îmân, kebersihan itu sebagai dari iman. Bersih, suci (thâhir) adalah keadaan tanpa najis/hadas, baik besar maupun kecil pada badan, pakaian, tempat, air dan sebagainya. Sedangkan bersuci merupakan aktifitas seseorang untuk mencapai kondisi suci, seperti berwudhu, tayyamum dan mandi junub.
Selain itu juga menjaga kebersihan makanan, minuman, menjaga kebersihan pakaian, lingkungan dn lain-lain. Allah berfirman:"Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan!, dan Tuhanmu agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah,dan perbuatan dosa tinggalkanlah,(Q.S. al-Muddatsir/74: 1- 5).

Kebersihan lingkungan erat kaitanya dengan masalah kesehatan. Lingkungan yang bersih adalah lingkungan yang sehat. Kelalaian dalam menjaga kebersihan lingkungan merupakan awal dari mewabahnya berbagai penyakit. Banyak wabah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Menjaga kebersihan lingkungan dimulai dari kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, sebagimana ajaran mulia yang menyetarakan membuang sampah dengan sedekah, Wa imathah al-adza 'an al-tharîq shadaqah (menyingkirkn duri, sampah, di jalan termasuk sedekah). Kita diperintah membersihkan lingkungan, tempat tinggal dan tempat ibadah. Kita juga diperintah untuk membersihkan harta dari unsur-unsur haram baik secara materialnya maupun proses mendapatkannya, termasuk mengeluarkannya dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, wakaf dan lain-lin.    

Suatu malam Rasulullah SAW sulit memejamkan mata. Badan di bolak balik tapi masih juga sulit tidur. Istri beliau bertanya apa gerangan yang menyebabkan beliau sulit tidur. Beliau menjawab: "Tadi aku makan sebutir kurma yang tergeletak karena khawatir akan terbuang sia-sia. Tapi aku cemas, kalau kurma yang dikirim ke sini untuk disedekahkan". Rasulullah SAW khawatir kalau makan barang sedekah yang bukan menjadi haknya. Kekhawatiran itu membuat beliau sulit tidur. Bagaimana dengan orang yang memakan makanan yang bukan haknya?, memakan makanan hasil riba, suap, korupsi, manipulasi, rampasan, curian, rampokan, penjarahan dan lain sebagainya?. Makanan yang halal akan menyehatkan jiwa dan raga. Jiwa menjadi tenang, tenteram, hilang dari rasa cemas dan resah. Dan badan menjadi sehat.  Sedangkan makanan kotor akan membawa penyakit, hati gelisah, dan pikiran tidak tenang.

Mestinya makanan bersih adalah makanan seorang muslim. Minuman bersih menuman muslim. Pakaian bersih pakaian muslim. Harta bersih harta muslim. Rumah bersih rumah muslim. Pasar bersih pasar muslim. Lingkungan bersih lingkungan muslim. Masyarakat bersih masyarakat muslim. Negara bersih negara muslim.

Dunia kini menampilkan isu-isu global seperti pemberantasan korupsi, lingkungan hidup (enveronment), pemanasan global (global worming). Kerusakan moral, lingkungan, sosial, politik, disebabkan manusia berperilaku kotor, merusak dan cenderung menghancurkan. ”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. Q.S. al-Rûm/30: 41

Tapi apa yang terjadi, kotoran menumpuk dimana-mana, sampah berserakan, dan prilaku jorok, kumuh, dan dekil, sering menjadi lebel muslim. Masyarakat Islam dikenal sebagai masyarakat yang kotor. Kotor makanan, minuman, pakaian, rumah, pasar, sekolah, kota, bahkan tempat ibadahnya.

Nilai Islam tentang kesucian, kebersihan, dan kesehatan sering kali baru dipahami sebatas  dogma, ajaran, dan aksesoris belaka, belum diimplementasikan, dibumikan atau ditransformasikan dalam hidup sehari-hari. 

Kita dapat menyaksikan seorang politisi, umpamanya, yang berperilaku korup, kolusi, dan nepot. Dia beranggapan, bahwa dengan menjalankan syariat Islam yang bersifat ritual, maka dosa-dosanya telah terhapus. Seorang koruptor kelas kakap, merasa dosanya berkurang setelah harta hasil korupsinya dibayarkan zakat, dibuat membangun masjid, atau dibuat membangun panti asuhan. Seorang birokrat merasa telah diampuni dosa-dosanya setelah aktif mengikuti pengajian, memakai baju taqwa, rajin puasa Senin dan Kamis, aktif shalat Tahajjud, menjalankan haji dan umrah berulang-ulang, dan rajin menyumbangkan hasil-hasil korupsinya ke lembaga-lembaga sosial.

Alangkah naifnya, misalnya, bahwa seorang pejabat dapat menjalankan haji dan umrah berkali-kali dari hasil korupsi, merasa bisa khusyu’ dalam shalat di mushalla mewah dalam kompleks rumahnya yang megah yang dihasilkan dari hasil megakorupsi. Pola hidup semacam itu tidak akan mendapatkan kebahagiaan hakiki. Kebahagiaan hanya dalam pandangan orang. Dalam hati dia menangis penuh penderitaan.

Mari kita maknai kehidupan kita dengan pola hidup bersih dan sehat guna membangun peradaban global. Pola hidup bersih dan sehat dalam perspektif Islam, bukan bersih dan sehat semu, tapi bersih dan sehat hakiki, terwujud dalam banyak kegiatan kita secara pribadi maupun kelompok. Bersih dan sehat secara lahir dan batin yang saling melengkapi. Bersih dan sehat yang membuahkan kedamaian, solidritas, tolong menolong, dan kasih sayang. 

 

Jakarta, 25 Maret 2011

 

Penulis,

Dr. H. Shobahussurur, M.A


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori:



Arsip Berita

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website